Sabtu, 26 Juli 2008

Sistem dan Moral Pejabat Rusak Membuat Indonesia Terpuruk

Sistem dan Moral Pejabat Rusak Membuat Indonesia TerpurukJakarta, PelitaAda dua hal sangat substansial yang mengakibatkan Indonesia terpuruk dan rakyat sengsara, yaitu sistem pengelolaan negara yang tidak baik dan moral pejabat yang rusak. Karena itu kedua masalah harus diperbaiki mulai dari sekarang, setelah 100 tahun Kebangkitan Nasional.Demikian antara lain benang merah yang bisa ditarik dari diskusi panel Komitmen Pemerintah Terhadap Rakyat yang diselenggarakan Forum Komunikasi Massa yang bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Rabu (28/5). Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua DPD La Ode Ida, Ketua DPP PD Sutan Batoegana, Ketua DPP PKS Rama Pratama, Ketua Plh PKN PDP Roy BB Janis, Wakil Ketua Umum DPP PDS Denny Tewu, Peneliti Lippi Dr Siti Zuhro dan Pakar Hukum Tatanegara Irman Putra Sidin.Peneliti Lippi Siti Zuhro menegaskan, Indonesia memang belum sampai pada status falling state, tetapi lambat laun pasti bisa terjadi, karena sistem pengelolaan negara yang salah dan moral pejabat yang rusak dan yang tidak amanah.Ke depan (Pemilu 2009) yang dibutuhkan Indonesia adalah pemimpin yang amanah (konsisten memegang dan melaksanakan janji), pemimpin yang strong leadership yang datang dan tampil untuk menyelesaikan masalah tanpa ragu-ragu. Dia mengatakan, melalui semangat 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia harus berubah dalam semua aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan berkehidupan sosial yang sejahtera. Itu harus dimulai dari partai politik yang menjadi pilar demokrasi dan dapur kekuasaan. Negara ini pasti hancur jika partai politik tidak melakukan perubahan mendasar dalam rekrutmen, memilih dan menetapkan calon pemimpin yang amanah dan mermoral tinggi, tegas Siti Zuhro.Sedangkan Ketua Plh PKN PDP Roy BB Janis berpendapat, kedudukan rakyat yang terhormat hanya saat Pemilu. Sanjungan, perhatian dan janji-janji diberikan kepada rakyat, tetapi setelah hajat besar politik selesai, selesai pulalah kesemua itu.Dari realitas itu terlihat betul bahwa komitmen pemimpin bangsa ini lebih pada komunikasi politik tanpa subtansial. Inilah yang dimaksud dengan tidak amanah dan tidak bermoral. Para pemimpin lupa pada rakyat setelah semua tujuan tercapai, tegas dia.Dari kenyataan itu, kata Roy BB Janis, menjadikan kita bertanya. Apakah sistem pemerintahan ini yang salah atau moral pemimpin bangsa ini yang bobrok. Dulu kita punya garis-garis besar haluan negara (GBHN) yang mengikat pejabat dan pemimpin bangsa bertanggungjawab atas amanat yang diberikan rakyat.Sekarang, ungkapnya, GBHN dihapus, sistem kerja pemerintah acak-acakan dan tidak bertanggungjawab atas amanah yang diembankan ke atas pundak mereka.Sehubungan dengan itu dia menginginkan sistem yang baik pada masa lalu harus diteruskan. Kembalikan GBHN sebagai pedoman pembangunan dan segera lahirkan UU tentang kepresidenan, supaya siapapun yang menjadi presiden harus patuh pada UU tersebut.Buang kultur burukSenada dengan Roy BB Janis, Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Batoegana menegaskan, sistem pemerintahan di bawah kepemimpinan almarhum Presiden Soeharto sudah bagus, banyak yang perlu diambil dan diteruskan. Tetapi sayang para pembantunya yang tidak benar.Sutan Batoegana mengajak bangsa ini membuang habis kultur yang tidak baik, yang selalu memandang pemerintahan dari sisi gelapnya saja. Semua pemimpin sudah bekerja dengan baik untuk rakyatnya, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Persoalannya adalah para menterinya yang tidak baik, selalu melakukan penyerangan. Saya sudah katakan itu kepada Presiden Yudhoyono. Pak, mestinya bapak bisa mengendalikan para menteri agar pemerintahan ini bisa jalan sesuai program, ujar Batoegana.Oleh karena itu, katanya, Pemilu 2009 harus menghasilkan single mayority agar pemerintahan menjadi kuat. Dengan demikian presiden bisa menerapkan sistem yang baik dan benar dan para pembantunya patuh dan taat penuh tanggungjawab. Pakar Hukum Tatanegara Irman Putra Sidin menegaskan, mestinya DPR langsung saja menggunakan hak menyatakan pendapat jika melihat ada indikasi pelanggaran yang dilakukan pemerintah.Hak interpelasi atau pun hak angket sudah tidak bisa lagi bisa diharapkan, karena para menteri setiap saat bisa dinego. Ini penting kalau negara ini betul-betul ingin menerapkan sistem yang baik dan membentuk aparat yang bermoral, tegas dia.Dengan penggunaan hak berpendapat, maka Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menindaklanjuti apakah benar pemerintah sudah melanggar konstitusi. MK akan memberikan rekomendasi kepada MPR jika benar terlah terjadi pelanggaran UU oleh pemeritah.Ditempat terpisah anggota Forum Kajian Ilmiah Konstitusi (FKIK) Amin Aryoso SH menyatakan prihatin, bahwa setelah melalui empat kali amendemen, konstitusi yang dihasilkan dinilai amburadul dan merugikan bangsa Indonesia. Perubahan UUD 1945 bukannya semakin baik, tapi hanya menghasilkan Konstitusi Reformasi atau UUD 2002, yang proses dan substansinya dinilai amburadul dan merugikan Presiden dan rakyat Indonesia, kata dia.Karena itu, ia berpendapat sosialisasi Konstitusi Reformasi atau UUD 2002 sebaiknya dihentikan, karena amandemen yang dilakukan itu hanya atas kemauan para elite politik pimpinan MPR periode 1999-2004 saja, tidak mendapat mandat khusus dari rakyat. (kh)

http://www.hupelita.com/baca.php?id=50011

Tidak ada komentar: